GURU SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

Oleh:

MAKHSHUSHOTIN, S,Pd

Guru BK SMPN 1 Kesamben Jombang

CGP Angkatan 5 Kab. Jombang

LATAR BELAKANG

Agama mengajarkan, bahwa “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertangungjawaban atas kepemimpinannya”. Tanggung jawab pembelajaran menjadi tugas utama seorang guru. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Kegiatan pembelajaran memerlukan guru yang bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, pendidikan menjadi dasar utama kegiatan  pembelajaran. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan , akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU RI No. 20/2003). Pernyataan tersebut menguatkan bahwa proses pembelajaran  sebagai proses menuntun anak untuk mencapai mencapai kebahagaiaan dan keselamatan sesuai dengan kodrat anak. Guru harus mampu menerapkan prapta Ki Hajar Dewantara (KHD) dalam proses pembelajaran.

Sebagai sebuah proses, pembelajara akan mengalami kendala atau masalah yang dapat menjadi penghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan mengambil keputusan yang baik dalam kepemimpinannya selama pembelajaran. Kemampuan untuk memahami diferensiasi peserta didik, kemampuan untuk melakukan choacing, kemampuan mengambil keputusan dan sebagainya. Semuanya menjadi bekal tersendiri guru sebagai pemimpin pembelajaran.

GURU DALAM PEMBELAJARAN

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia (2011:1-7) mengemukakan bahwa kepemimpinan pembelajaran merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Kepemimpinan pembelajaran sangat penting untuk diterapkan di sekolah karena dapat (1) meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan; (2) memberikan dorongan dan arahan terhadap warga sekolah untuk meningkatkan prestasi belajar siswanya; (3) memfokuskan kegiatan-kegiatan warganya untuk menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah; dan (4) membangun komunitas belajar warganya dan menjadikan sekolahnya sebagai sekolah belajar.

Lebih lanjut Kementerian Pendidikan Nasional (2011:6) mengemukakan bahwa kepemimpinan pembelajaran adalah kepemimpinan yang memfokuskan/menekankan pada pembelajaran yang komponennya meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, evaluasi, pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar.

Ki Hadjar Dewantara memberikan beberapa pedoman dalam menciptakan kultur positif seorang guru/pendidik. Semboyan Trilogi pendidikan memiliki arti yang melibatkan seluruh pelaku pendidikan atau guru dan peserta didik adalah: Tut wuri handayani, dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Ing madya mangun karsa pada saat di antara pesetra didik, guru harus menciptakan prakarsa dan ide. Ing ngarsa sung tulada, berarti ketika guru berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan yang baik.

Tugas pendidik tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus kreatif memberikan layanan dan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira dan penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Peran guru tidak hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran, tetapi juga menjadi mitra belajar bagi peserta didik. berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional. Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui Ki. Hajar Dewantara secara tersirat telah memaparkan empat kompetensi tersebut harus dimiliki seorang guru/pendidik (Jurnal Penelitian Vol 11 No. 2, Agustus 2017)

Pertama, Kompetensi Pedagogik, menurut Ki. Hajar Dewantara, seperti semboyannya Tut Wuri Handayani, dari belakang seorang pendidik harus dapat memberikan dorongan dan arahan. Kemudian, Ing Madya Mangun Karsa pada saat di antara pesetra didik, pendidik harus menciptakan prakarsa dan ide. Pendidik hendaknya menguasai dan memahami kompetensi dalam hubungannya dengan kompetensi lulusan. Pendidik menyukai apa yang diajarkannya dan menyenangi mengajar sebagai suatu profesi. Pendidik memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan, dan prestasinya. Pendidik menyiapkan proses pembelajaran, Pendidik mendorong peserta didik untuk memperoleh hasil yang lebih baik, Pendidik memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Pendidik memiliki banyak pengetahuan, inisiatif, kreatif dan dan banyak akal.

Ke dua, Kompetensi Kepribadian, menurut Ki. Hajar Dewantara, seperti semboyannya yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, berarti ketika pendidik berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan yang baik, kemudian pendidik membangun suatu etos kerja yang positif yaitu menjunjung tinggi pekerjaan; menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan, dan keinginan untuk melayani masyarakat, Guru sebagai pendidik harus respek dan memahami dirinya, serta dapat mengontrol dirinya (emosi dan stabil). Pendidik hendaknya antusias dan bergairah terhadap bahan, kelas dan seluruh kegiatan pembelajaran; pendidik tidak boleh menonjolkan diri dan hendaknya menjadi teladan bagi peserta didik.

Ke tiga, Kompetensi Sosial, menurut Ki. Hajar Dewantara pendidik memiliki keunggulan dalam hubungan (relasi dan komunikasi) dengan peserta didik, dan anggota komunitas sekolah, dan juga relasi dan komunikasi dengan pihak lain (orang tua, komite sekolah, pihak terkait), Pendidik harus dapat berbicara dengan jelas dan komunikatif (dapat mengkomunikasikan idenya terhadap peserta didik.. Guru/Pendidik harus menghindari sarkasme dan ejekan terhadap peserta didik..memanusiakan manusia.

Ke empat, Kompetensi Profesional, menurut Ki. Hajar Dewantara pendidik harus memiliki penampilan yang profesional secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian, serta mampu menjadi motivator. Guru sebagai Pendidik dapat menggunakan metode dan media yang bervariasi dalam mengajar dan membentuk kompetensi peserta didik. Pendidik mampu memodifikasi dan mengeliminasi bahan yang kurang penting bagi kehidupan peserta didik. Pendidik mengikuti perkembangan pengetahuan mutakhir. Pendidik menghubungkan pengalaman yang lalu dengan kompetensi dan karakter yang akan dibentuk.

Segala macam dasar pemikiran di atas memberikan tanggung jawab bagi guru/pendidik untuk mengelola kegiatan pembelajaran agar berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dengan demikian Guru adalah Pemimpin Pembelajaran

Sekolah adalah tempat paling efektif bagi guru untuk kegiatan proses pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran berkaitan dengan pemikiran KHD, maka sekolah menjadi institusi moral yang dirancang untuk membentuk karakter para warganya. Guru sebagai pemimpin pembelajaran akan menghadapi situasi di mana guru/pendidik perlu mengambil keputusan yang mengandung dilemma etika, yaitu berkonflik di antara nilai-nilai kebenaran yang sama-sama benar. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus memahami prinsip-prinsip etika yang berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dalam lingkungan pribadi maupun lingkungan profesi, serta mengaitkannya dengan nilai-nilai yang disepakati dan diyakini dalam proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain, sebagai pemimpin pembelajaran, Guru akan menghadapi dilemma etika (ethica dilemma) dengan bujukan moral (moral templetion) (Nurcahyani, 2002).

Tuntutan penting dari seorag pemimpin adalah kemampuannya dalam mengambil keputusan, termasuk keputusan dalam pembelajaran Dalam ketrampilan pengambilan keputusan seringkali terjadi perbedaan kepentingan dengan pihak-pihak yang merasa kepentingannya dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil oleh guru/pendidik. Perlu diingat, bahwa kegiatan pengambilan keputusan adalah suatu ketrampilan, semakin sering seorang guru melakukannya, akan semakin terlatih, focus dan tepat sasaran. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mendasarkan keputusannya pada 3 unsur yang berpihak pada murid/peserta didik, berdasarkan nlai-nlai kebajikan universal, dan bertangung jawab terhadap segala konsekwensi dari keputusan yang diambil. Dasar pengambilan keputusan guru sebagai pemimpin pembelajaran adalah:

Dari pengalaman bekerja di institusi pendidikan, dilema etika adalah tantangan berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika menghadapi dilemma etika, aka nada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih saying, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tangung jawab dan penghargaan akan hidup. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru akan menghadapi empat paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika dalam pengambilan keputusannya. Empat dilema etika tersebut adalah

  1. Individu lawan kelompok (individual vs community)
  2. Rasa keadilan vs rasa kasihan (justice vs mercy)
  3. Kebenaran vs kesetiaan (truth vs loyalty)
  4. Jangka pendek vs jangka panjang (short term vs long term)

Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru dalam mengambil sebuah keputusan hendaknya sebijak mungkin dengan memperhatikan segala aspek serta merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, sehingga bisa dijadikan rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Hal ini sejalan dengan semboyan patrap triloka Ki Hajar Dewantara. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus memahami tiga prisnsip dalam pengambilan keputusan yaitu: Berpikir berbasis hasil akhir, Berpikir berbasis peraturan dan berpikir berbasis rasa peduli. Selain tiga prinsip tersebut seorang pemimpin sekolah dan pemimpin pembelajaran juga harus mampu memahami konsep pengambilan dan pengujian keputusan dengan melakukan 9 langkah, yaitu:

  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam kasus tersebut
  3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini
  4. Pengujian benar atau salah
  5. Pengujian benar lawan benar (4 dilema etika)
  6. Melakukan prinsip resolusi
  7. Investigasi opsi trilema
  8. Buat keputusan
  9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan

PENUTUP

Mengingat pentingnya peranan proses pembelajaran bagi terbentuknya tujuan pendidikan, maka guru sebagai pemimpin pembelajaran haruslah senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya semaksimal mungkin. Segala permasalahan dan tantangan selama kegiatan pembelajaran harus disikapi dengan pengambilan keputusan yang baik dan benar. Hal ini agar proses pembelajaran tidak menimbulkan pertentangan di masyarakat. Oleh sebab itu guru sebagai pendidik melakukan proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, dengan segala kompetensi  kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial  (relationship skills) 

REFERENSI    

Jurnal Penelitian, Vol. 11, No. 2, Agustus 2017 251 Pemikiran Pendidikan Ki. Hajar Dewantara dan Relevansinya

Kementerian Pendidikan Nasional, 2011. Kepemimpinan Pembelajaran, Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Nurcahyani. Andri. Diah Samsiati Rajasa. 2002. Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpinan. . Dirjen GTK Kemendikbud Ristek UU RI N0. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 No 1

Tinggalkan komentar